Rabu, 30 Juni 2010

Hamba yang paling dicintai Allah adalah yang paling mulia akhlaknya


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
 “ Hamba yang paling dicintai Allah adalah yang paling terpuji akhlaknya “ (Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no. 179).
          Akhlak yang terpuji -Lihat di dalam Ihya’ Ulumuddin karya al-Ghazali 3 / 52 – 70, Fathul Baari karya al-‘Asqalaani 10 / 456 dan 459, dan ‘Aun al-Ma’bud karya al-‘Adhzim Abadi 13 / 107- : al-Khuluq dan al-Khalq adalah dua ibarat yang dipergunakan secara bersamaan, dikatakan : Fulan mempunyai al-Khuluq atau al-Khalq yang terpuji, yang bermakna kebaikan akhlak secara batin maupun lahir. Berarti yang dimaksud dengan al-Khalq adalah bentuk lahiriah, dan yang dimaksud dengan al-Khuluq adalah gambaran yang batin. Hal itu dikarenakan manusia terdiri atas fisik jasmani yang dapat terlihat oleh mata penglihatan dan ruh dan jiwa yang dapat dijangkau dengan hati sanubari. Dan masing-masing dari keduanya memiliki keadaan dan bentuk baik itu buruk ataukah indah. Al-Khuluq adalah ibarat akan keadaan jiwa yang teguh, dan dari jiwa yang teguh inilah akan menghadirkan perbuatan-perbuatan yang dengan sangat mudah dan gampang tanpa membutuhkan pemikiran dan penalaran.
Dan apabila dari keadaan tersebut akan menghadirkan perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji baik ditinjau dari sisi akal sehat maupun syara’, maka keadaan jiwa tersebut dinamakan sengan akhlak yang terpuji. Dan apabila dari keadaan jiwa tersebut menghadirkan perbuatan-perbuatan yang buruk maka keadaan jiwa tersebut yang menjadi rangka acuannya dinamakan sebagai akhlak yang buruk. Dan seorang manusia tidak akan dikatakan memiliki akhlak tertentu yang terpuji hingga akhlak itu benar-benar kokoh berada didalam dirinya secara kokoh dan teguh. Dan akan menghadirkan bermacam perbuatan dengan sangat mudah tanpa adanya pemikiran lebih lanjut. Adapun seseorang yang mengupayakan  sebuah amalan dengan kesungguhan dan melalui suatu pertimbangan maka tidaklah dikatakan bahwa perbuatan ini sebagai akhlaknya …
Dan pemisalan akan hal itu, seseorang yang berupaya untuk menyerahkan sejumlah hartanya untuk sebuah keperluan yang mendadak atau berusaha untuk diam tatkala marah dengan upaya yang bersungguh-sunguh dan melalui sebuah pertimbangan, tidaklah dikatakan bahwa kedermawanan dan kelebutan sebagai akhlaknya.
          Sesungguhnya bentuk fisik tidak akan dapat dirubah berbeda halnya dengan akhlak yang berlaku sebaliknya dari hal itu, yang mana didapati da’wah Islam kepada akhlak-akhlak yang mulia  dan Amar ma’ruf Nahi mungkar. Dan juga dijumpai ada sekian banyak wasiat, nasihat dan pengajaran adab. Allah ta’ala berfirman :
          “ Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum hingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka “ (Surah ar-Ra’ad : 11).
Maka perubahan pada diri seseorang dari akhlak-akhlak yang buruk menuju akhlak-akhlak yang terpuji dan mengupayakan akhlak-akhlak terpuji lainnya yang baru adalah suatu yang memungkinkan dengan kesungguhan dan melatih jiwa.  Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  telah berdoa memohon kepada Rabb beliau untuk diarahkan kepada akhlak-akhlak yang terpuji dan mengharapkan taufiq dari-Nya untuk dihiasi dengan akhlak-akhlak tersebut :
 “ Wahai Allah  berilah aku petunjuk-Mu kepada akhlak yang mulia yang tidak ada seorangpun yang akan memberi petunjuk kepada akhlak yang mulia tersebut selain Engkau, dan palingkanlah dariku akhlak yang buruk, tidak ada seorangpun yang dapat memalingkannya dariku selain Engkau “ (Diriwayatkan oleh Muslim didlaam Kitab Shalat al-Musafirin wa Qashruha, bab. Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan du’auhu bil-lail).
Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  juga mewasiatkan :
 “ Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang terpuji “ (Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1618).
          Akhlak adalah sifat manusia yang nampak dalam pergaulannya dengan orang lain, yang dapat berupa akhlak yang terpuji ataukah akhlak yang tercela. Akhlak yang terpuji secara garis besarnya menempatkan dirimu bersama selainmu lalu engkau berlaku bijak dari dalam dirimu bukan bagi dirimu. Dan secara rinci berupa, sifat pemaaf, kelembutan, kedermawanan, sabar, dapat menahan diri dari segala gangguan, pengasih, penyayang, – berusaha – memenuhi segala kebutuhan –orang lain -, saling mencintai, bersikap lunak dan lain sebagainya, sedangkan akhlak yang tercela adalah sebaliknya …. Akhlak sendiri adalah sifat bawaan masing-masing manusia, dan mereka bertingkat-tingkat dalam hal tersebut. Maka siapa saja yang lebih menonjol akhlak yang terpuji dari sifat bawaannya, jikalau tidak maka dia diperintahkan untuk berupaya dengan kesungguhan hati untuk meraih hal tersebut hingga akhlaknyapun menjadi terpuji, dan demikian pula jikalau manusia itu lemah, maka dia yang lemah ini mesti sering berlatih hingga menjadi kuat.
          Dan sesungguhnya akhlak yang terpuji mempunyai hasil yaitu tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan akhlak yang terpuji tersebut. Ada yang mengatakan : Bahwa akhlak yang terpuji adalah dengan wajah yang berseri-seri, bermurah hati, menghalau setiap gangguan, dan memberi bantuan . Ada yang mengatakan : Akhlak yang terpuji adalah dengan tidak memusuhi siapa saja yang memusuhinya disebabkan kuatnya ma’rifah dia kepada kepada Allah.
Ada yang mengatakan : Bahwa akhlak yang terpuji adalah dengan dekat kepada setiap manusia namun sebagai seorang yang asing jika berada ditengah-tengah mereka..
Ada yang mengatakan bahwa akhlak yang terpuji adalah dengan menjadikan setiap makhluk ridha baik dalam keadaan lapang atau dalam keadaan sempit. Ada yang berpendapat bahwa akhlak yang terpuji adalah keridhaan dari Allah ta’ala. Ada yang mengatakan : Bahwa akhlak yang terpuji yang paling rendah adalah dengan  kesanggupan menanggung cobaan, tidak mengharapkan ganjaran perbuatan, pengasih terhadap yang berlaku dhalim kepadanya, memintakannya ampunan, dan menyayanginya.
Ada yang mengatakan bahwa  yang dimaksud dengan akhlak terpuji adalah dengan tidak menuduh al-Haq – Allah – dalam pembeian rizki-Nya, percaya kepada-Nya, merasa tenang akan penunaian janji-Nya sehingga diapun mentaatinya dan tidak bermaksiat kepada-Nya dalam setiap perkara antara dirinya dan Allah, dan antara dirinya dan semua manusia.
Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang terpuji adalah yang memiliki tiga sifat : Menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang haram, mencari setiap yang halal, dan bersikap lapang kepada yang diurusnya. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang terpuji adalah : Dengan menampik setiap pengaruh yang timbul dari perangai buruk  kaum manusia setelah anda dapat menjangkau al-Haq.
Dan ada yang mengatakan : Akhlak yang terpuji adalah tidak adanya keinginan yang anda hendak raih selain Allah ta’ala.
          Sebagian ulama mengumpulkan tanda-tanda akhlak yang terpuji, dan mengatakan : Akhlak yang terpuji adalah jikalau seseorang memiliki rasa malu, sedikit menebar gangguan, seringkali berbuat kebajikan, lisan yang jujur, sedikit berbicara, banyak melakukan amal. Jarang melakukan kesalahan dan jarang ikut campur urusan orang lain, sebagai seorang yang baik, berwibawa, sabar, mau berterima kasih, ridha, lemah lembut, santun, menjaga kesucian diri dan penyayang  bukan sebagai seorang yang senang melaknat, atau senang mencela, mengadu domba, senang menyebar ghibah, tidak sering tergesa-gesa, tidak dengki, tidak kikir, tidak hasad,  sebagai seorang dengan wajah yang murah senyum, berseri-seri riang, cinta karena Allah, benci karena Allah, ridha karena Allah dan marah karena Allah.
          Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
 “ Tidak ada amalan  yang diletakkan di atas al-Mizan yang lebih berat daripada akhlak yang mulia. Dan sesungguhnya seseorang yang berakhlak mulia akan mencapai derajat seorang yang berpuasa dan mendirikan shalat” (Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1629).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
 “ Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlaknya yang terpuji akan mencapai derajat seorang yang berpuasa dan mengerjakan shalat “ (Shahih Sunan Abu Daud no. 4013).
Dan seorang yang berakhlak mulia akan meraih keutamaan yang agung ini , dikarenakan seorang yang berpuasa dan mengerjakan shalat pada malam hari, keduanya bersungguh-sungguh menghadapi hawa nafsu mereka, sedangkan seorang mulia akhlaknya bersama kaum manusia bersamaan dengan tabi’at mereka yang bermacam-macam serta akhlak mereka yang berbeda-beda, seolah-olah dia menghadapi sekian banyak jiwa, maka diapun akan mendapatkan apa yang didapatkan oleh seorang yang berpuasa dan yang mengerjakan shalat diwaktu malam dalam nilai ketaatan, maka keduanyapun setara dalam derajat yang sama, bahkan terkadang yang berakhlak mulia memiliki nilai tambah.
http://kautsarku.wordpress.com

Minggu, 27 Juni 2010

Rahasia agar Dihargai Suami


Setiap istri tentu ingin dihargai oleh suaminya. Tidak diremehkan atau dipandang sebelah mata, atau dimaki-maki dan dibentak-bentak. Semua ingin disayang, dihargai, dan disikapi secara manusiawi oleh sang belahan hati.
Namun sayang, tak semua istri bisa mendapatkan penghargaan dari suaminya. Ada kalanya itu disebabkan karena sikap, tutur kata serta perilaku istri sendiri, yang membuat suami jengah.
Terkadang memang ada istri yang sudah berusaha mempersembahkan yang terbaik, namun suami tetap tak bisa menghargainya. Jika seperti itu, mungkin suaminya tergolong awam dalam agama, sehingga tidak mengerti bagaimana harus bersikap terhadap istri.

PENGHARGAAN SUAMI TERHADAP ISTRI
Seorang suami yang salih, akan senantiasa teringat sabda Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam – ,
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya, dan aku adalah yang terbaik dari kalian bagi istriku.” (Riwayat Tirmidzi)
Karena itu, ia akan selalu berusaha mencontoh Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam – , bersikap baik terhadap istri,  dan senantiasa menghargainya. Apa saja bentuk penghargaan suami terhadap istrinya? Di antaranya:
- Memberikan panggilan yang terbaik dan paling disukainya
Suami yang menyayangi serta mencintai istrinya, tentu tak ragu untuk mengungkapkan rasa sayangnya, di antaranya dengan memanggil istri menggunakan panggilan “sayang”, atau panggilan yang paling disukainya. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam – , yang senang memangil Ummul Mukminin Aisyah – rodhiyallohu ‘anha – dengan “Humaira” (yang pipinya kemerah-merahan). Panggilan seperti “Adik” atau “Adinda” saja, insyaallah sudah cukup membuat seorang istri senang.
- Mempergaulinya  dengan lemah lembut
Suami yang menghargai istrinya, akan berusaha mempergauli istrinya dengan lemah lembut, baik dalam sikap maupun tutur kata. Ia akan berusaha menjauhi sikap kasar dan keras terhadap istri. Kalau istrinya bersalah atau mengecewakannya, ia akan menasihatinya dengan santun. Tidak dengan makian, bentakan, dan bahkan tamparan di wajah.
- Murah senyum/menunjukkan wajah ceria
Menunjukkan wajah yang ceria di hadapan istri, juga salah satu bentuk penghargaan suami terhadap istrinya. Istri yang selalu melihat senyum dan keceriaan di wajah suaminya, tentu akan lebih mudah untuk merasakan kebahagiaan. Berbeda bila suami selalu menunjukkan wajah cemberut. Istri akan merasa serba salah dan tak bahagia, karena merasa suaminya tak pernah bisa bahagia bersamanya.
- Memberikan pujian
Pujian suami terhadap istri, juga salah satu bentuk penghargaan suami. Meskipun terlihat sepele, namun pujian yang tulus dari seorang suami bisa menimbulkan efek psikologis yang sangat besar bagi seorang istri. Misalnya mendongkrak semangat, menambah percaya diri, dan tentu saja membuat hatinya berbunga-bunga penuh bahagia. Pada dasarnya, setiap wanita senang dengan pujian, terlebih dipuji oleh belahan hati yang sangat dicintainya.
- Memberikan hadiah
Hadiah adalah pembawa pesan cinta, serta menjadi salah satu bentuk penghargaan suami terhadap istri. Akan lebih berkesan, bila hadiah diberikan tanpa pemberitahuan lebih dulu sehingga menjadi kejutan yang membahagiakan.
- Membantu istri mengurus rumah
Pekerjaan rumah tangga hampir tak ada habisnya. Suami yang baik, akan berusaha meringankan beban istrinya dalam mengurus rumah tangga. Misalnya membantu istri mencuci, menjemur pakaian, bersih-bersih dan semisalnya. Dengan demikian seorang istri akan merasa lebih dimengerti dan dihargai oleh suaminya.
- Membantu istri mengurus anak
Penghargaan suami juga bisa diwujudkan dengan membantu istri mengurus anak. Mengerjakan berbagai pekerjaan rumah sekaligus mengurus anak, tentu sangat repot dan menguras energi. Terutama bagi yang anaknya masih batita (di bawah tiga tahun), apalagi  lebih dari satu. Ketika suami mau membantu mengurus anak, berarti ia telah mengurangi kerepotan istri, dan membuatnya lebih tenang dalam menyelesaikan berbagai macam pekerjaan rumah.
- Memperhatikan kesehatannya
Suami yang menghargai istrinya, akan sangat memperhatikan kesehatan sang istri.  Ketika melihat istrinya sakit, maka ia akan segera berusaha mencarikan obatnya. Ia pun akan lebih perhatian terhadap istri, dan menyuruh istrinya banyak beristirahat.
- Berbakti kepada kedua orangtuanya
Berbakti kepada orang tua istri atau mertua, juga merupakan wujud penghargaan suami kepada istrinya. Bakti suami tersebut akan membahagiakan istri serta kedua orangtuanya.
- Menjalin silaturahim dengan kerabatnya.
Penghargaan suami terhadap istrinya, juga bisa ditunjukkan dengan menjalin silaturahim dari kerabat pihak istri, serta berbuat baik terhadap mereka.
KIAT MERAIH PENGHARGAAN SUAMI
Bagaimana agar seorang istri bisa mendapatkan penghargaan dari suaminya? Berikut ini beberapa kiatnya.
- Menunaikan kewajiban-kewajibannya dengan baik
Untuk memperoleh penghargaan suami, seorang istri harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan baik. Di antaranya melayani suaminya di tempat tidur, menyiapkan makan dan minumnya, serta membereskan rumah serta mengurus anak-anak. Istri harus berusaha menyukai berbagai pekerjaan rumah tersebut, dan mengusir rasa bosan dan jenuh yang kadang hinggap di hati. Bagi wanita, memberikan pelayanan yang maksimal kepada suami dan mencari keridhaannya, akan memperoleh pahala yang sangat besar, menyamai pahala seorang lelaki yang keluar rumah untuk beribadah ataupun berjihad.
- Bersikap lemah lembut
Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam -  bersabda kepada Ummul Mukminin Aisyah – rodhiyallohu ‘anha – , “Wahai Aisyah, engkau mesti bersikap lembut dan jauilah sikap kasar dan kotor!” (Muttafaq ‘alaih)
Wasiat Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam -  ini hendaknya juga selalu diingat oleh para istri. Dengan kelemahlembutan, keridhaan dan penghargaan suami lebih mudah teraih.
- Tidak banyak menuntut
Seorang suami tidak suka istri yang banyak menuntut ini dan itu di luar kemampuan suaminya. Karena itu sebaiknya seorang istri bersikap qanaah, menerima dan mensyukuri seberapa pun pemberian suami. Bila nafkah dari suami kurang mencukupi, istri bisa membantu mencari nafkah dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah atau sesuai dengan fitrah wanita. Misalnya menjahit, menulis membuat dan menitipkan makanan ke warung-warung dan semisalnya.
- Pandai berterima kasih
Rasulullah – shollallohu ‘alaihi wa sallam -  bersabda, “Allah Tabaaraka wa Ta’ala tidak sudi melihat seorang wanita yang tidak berterima kasih kepada suaminya padahal ia selalu butuh kepadanya.” (Riwayat an-Nasa’i)
Ucapan terima kasih juga merupakan penghargaan istri kepada suaminya. Suami yang merasa dihormati dan dihargai oleh istrinya, tentu akan semakin mencintai istrinya dan juga menghargainya.
- Pandai menyenangkan hati suaminya
Ini adalah jalan pintas untuk mengambil hati suami dan mendapatkan penghargaannya. Yaitu dengan selalu berusaha menyenangkan hatinya dalam setiap kesempatan. Misalnya dengan berdandan yang anggun untuknya, membuatkan makanan kesukaannya, memelihara kebersihan dan kerapian rumah, dan sebagainya.
- Pandai menghibur hati suami
Suami akan lebih menghargai istri yang bisa menghiburnya dan mau menjadi pendengar yang baik untuk menampung segala keluh kesahnya. Sebaliknya, ia akan sangat tersiksa bila istrinya malah sering membuat masalah dan membuatnya susah.
- Menjadi sebaik-baik perhiasan dunia
Inilah jurus pamungkas untuk meraih penghargaan suami. Yaitu dengan menjadi sebaik-baik perhiasan dunia baginya. Yang menyenangkan bila dipandang, taat saat diperintah, dan bisa menjaga rumah dan hartanya saat dia bepergian.
Semoga kiat-kiat sederhana ini, bisa membantu Anda mendapatkan penghargaan dari suami. (ummu husna)
http://majalahsakinah.com

Hak-Hak Suami Atas Isteri


Wahai isteri yang shalihah, ini adalah hak-hak suami atasmu. Bersungguh-sungguhlah dalam menunaikan hak-hak tersebut dan lupakanlah jika suamimu kurang dapat memenuhi hak-hakmu karena sesungguhnya yang demikian itu akan dapat melanggengkan cinta dan kasih sayang di antara kalian, dapat memelihara keharmonisan rumah tangga sehingga dengannya masyarakat akan menjadi baik pula.
1Wanita yang cerdas dan pandai akan mengagungkan apa yang telah diagungkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan menghormati suaminya dengan sebenar-benarnya, ia bersungguh-sungguh untuk selalu taat kepada suami karena ketaatan kepada suami termasuk salah satu di antara syarat masuk Surga. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,
“Apabila seorang wanita mau menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan taat terhadap suaminya, maka akan dikatakan kepadanya (di akhirat), ‘Masuklah ke Surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki.” [Shahih: Shahiih al-Jaami'ish Shaghiir (no. 660), Ahmad (XVI/228, no. 250)]
Maka kewajibanmu sebagai seorang isteri, wahai para wanita shalihah, adalah untuk selalu mendengar dan taat terhadap setiap perintah suami selama tidak menyelisihi syari’at. Akan tetapi berhati-hatilah, jangan sampai engkau berlebih-lebihan dalam mentaati perintah suami sehingga mau mentaatinya dalam kemaksiatan. Karena sesungguhnya jika melakukan hal tersebut, maka engkau telah berdosa.
2Di antara hak suami atas isteri, seorang isteri harus menjaga kehormatan dan memelihara kemuliaannya serta mengurusi harta, anak-anak, dan segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan rumah, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” [QS. An-Nisaa': 34]
Dan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,
“Dan seorang isteri adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” [Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (II/380 no. 893),Shahiih Muslim (III/1459 no. 1829)]
3Berhias dan memperindah diri untuk suami, selalu senyum dan jangan bermuka masam di depannya. Jangan sampai menampakkan keadaan yang tidak ia sukai. Ath-Thabrani telah mengeluarkan sebuah hadits dari ‘Abdullah bin Salam radhiyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sebaik-baik isteri ialah yang engkau senang jika melihatnya, taat jika engkau perintah dan menjaga dirinya dan hartamu di saat engkau pergi.”[Shahiih: Shahiih al-Jaami'ish Shaghiir (no. 3299)]
Janganlah engkau sekali-kali menampakkan perhiasan pada orang yang tidak boleh melihatnya, karena hal itu adalah merupakan perkara yang diharamkan.
4Isteri harus selalu berada di dalam rumahnya dan tidak keluar meskipun untuk pergi ke masjid kecuali atas izin suami. Allah berfirman,
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.” [QS. Al-Ahzaab: 33]
5Janganlah seorang isteri memasukkan orang lain ke dalam rumah kecuali atas izinnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Hak kalian atas para isteri adalah agar mereka tidak memasukkan ke dalam kamar tidur kalian orang yang tidak kalian sukai dan agar mereka tidak mengizinkan masuk ke dalam rumah kalian bagi orang yang tidak kalian sukai.” [Hasan: Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1501), Sunan at-Tirmidzi (II/315 no. 1173),Sunan Ibni Majah (I/594 no. 1851)]
6Isteri harus menjaga harta suami dan tidak menginfaqkannya kecuali dengan izinnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah seorang isteri menginfaqkan sesuatu pun dari harta suaminya kecuali atas izinnya.”Kemudian ada yang bertanya, “tidak juga makanan?” Beliau menjawab, “bahkan makanan adalah harta yang paling berharga.” [Hasan : Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1859), Sunan at-Tirmidzi (III/293 no. 2203), Sunan Abi Dawud (IX/478 no. 3548), Sunan Ibni Majah (II/770 no. 2295)]
Bahkan di antara hak suami atas isteri adalah agar ia tidak menginfaqkan harta miliknya jika ia mempunyai harta kecuali jika sang suami mengizinkannya karena dalam sebuah hadist yang lain Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah seorang isteri menggunakan sesuatu pun dari hartanya kecuali dengan izin suaminya.”[Dikeluarkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 775), beliau berkata, "Telah dikeluarkan oleh Tamam dalam al-Fawaa-id (II/182 no. 10) dari jalan 'Anbasah bin Sa'id dari Hammad, maula(budak yang dibebaskan). Bani Umayyah dari Janaah maula al-Walid dari Watsilah, ia berkata, "Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda, kemudian ia menyebutkan hadits tersebut." Beliau (al-Albani) berkata, "Sanad hadits ini lemah, akan tetapi ada beberapa riwayat penguat yang menunjukkan bahwa hadits ini adalah tsabit."]
7Janganlah seorang isteri melakukan puasa sunnah sedangkan suami berada di rumah kecuali dengan izinnya, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi,
“Tidak boleh bagi isteri melakukan puasa (sunnah) sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya.”[Mutaffaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/295 no. 5195), Shahiih Muslim (no. 1026)]
8Janganlah seorang isteri mengungkit-ungkit apa yang pernah ia berikan dari hartanya untuk suami maupun keluarga karena menyebut-nyebut pemberian akan dapat membatalkan pahala. Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan (si penerima).” [QS. Al-Baqarah: 264]
9Isteri harus ridha dan menerima apa adanya, janganlah ia membebani suami dengan sesuatu yang ia tidak mampu. Allah Ta’ala berfirman,
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” [QS. Ath-Thalaq: 7]
10Isteri harus bersungguh-sungguh mendidik anak-anaknya dengan kesabaran. Janganlah ia marah kepada mereka di depan suami dan jangan memanggil mereka dengan kejelekan maupun mencaci-maki mereka karena yang demikian itu akan dapat menyakiti hati suami.
11Isteri harus dapat berbuat baik kepada kedua orang tua dan kerabat suami karena sesungguhnya isteri tidak dianggap berbuat baik kepada suami jika ia memperlakukan orang tua dan kerabatnya dengan kejelekan.
12Janganlah isteri menolak jika suami mengajaknya melakukan hubungan intim karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Apabila seorang suami mengajak isterinya ke tempat tidur, tapi ia menolak untuk datang lalu sang suami marah sepanjang malam maka para Malaikat melaknatnya (sang isteri) hingga datang waktu pagi.” [Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/294 no. 5194), Shahiih Muslim (II/1060 no. 1436), Sunan Abu Dawud (VI/179 no. 2127)]
Dan di dalam hadits yang lain beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Apabila seorang suami mengajak isterinya untuk berhubungan intim, maka hendaknya sang isteri melayaninya meskipun ia sedang berada di atas unta.” [Shahih: Shahiih al-Jaami' as-Shaghiir 534, Sunan at-Tirmidzi (II/314 no. 1160)]
13Isteri harus dapat menjaga rahasia suami dan rahasia rumah tangga, janganlah sekali-kali ia menyebarluaskannya. Dan di antara rahasia yang paling yang sering diremehkan oleh para isteri sehingga ia menyebarluaskannya kepada orang lain, yaitu rahasia yang terjadi di ranjang suami isteri. Sungguh Rasulullah shalallahu ‘alaihi telah melarang hal demikian.
14Isteri harus selalu bersungguh-sungguh dalam menjaga keberlangsungan kehidupan rumah tangga bersama suaminya, janganlah ia meminta cerai tanpa ada alasan yang disyari’atkan. Dari Tsauban radhiyallahu’anhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Isteri mana saja yang minta cerai dari suaminya tanpa adanya alasan, maka ia tidak akan mencium bau wanginya Surga.” [Shahih: Irwaa-ul Ghaliil (no. 2035), Sunan at-Tirmidzi (II/329 no. 1199), Sunan Abi Dawud (VI/308 no. 2209), Sunan Ibni Majah (I/662 no. 2055)]
Dan dalam hadits yang lain beliau shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Para isteri yang minta cerai adalah orang-orang yang munafik.” [Shahih: Shahiih al-Jaamii'ish Shaghiir (no. 6681), Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 632), Sunan Tirmidzi (II/329 no. 1198)]

www.shalihah.com
Sumber: ‘Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz’ edisi Bahasa Indonesia ‘Panduan Fiqih Lengkap Jilid 2′ karya ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Pustaka Ibnu Katsir


Sabtu, 26 Juni 2010

Hak-Hak Istri atas Suami


Berikut ini adalah beberapa hak-hak isteri atas suami. Namun ketahuilah wahai para isteri yang shalihah, hendaknya engkau melupakan kekurangan suami dalam hal memenuhi hak-hak mereka. Kemudian hendaklah menutupi kekurangan suami tersebut dengan bersungguh-sungguh dalam mengabdikan diri untuk suami karena dengan demikian kehidupan rumah tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi.
Karena dengan demikian kehidupan rumah tangga yang harmonis akan dapat kekal dan abadi.
Dan hak-hak istri atas suaminya adalah:
1Suami harus memperlakukan istri dengan cara yang ma’ruf karena Allah Ta’ala telah berfirman,
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” [QS. An-Nisaa': 19]
Yaitu, dengan memberinya makan apabila ia juga makan dan memberinya pakaian apabila ia berpakaian. Mendidiknya jika takut ia akan durhaka dengan cara yang telah diperintahkan oleh Allah dalam mendidik istri, yaitu dengan cara menasihatinya dengan nasihat yang baik tanpa mencela dan menghina maupun menjelek-jelekannya. Apabila ia (istri) telah kembali taat, maka berhentilah, namun jika tidak, maka pisahlah ia di tempat tidur. Apabila ia masih tetap pada kedurhakaannya, maka pukullah ia pada selain muka dengan pukulan yang tidak melukai sebagaimana firman Allah:
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” [QS. An-Nisaa': 34]
Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tatkala ditanya apakah hak isteri atas suaminya? Beliau menjawab,
“Engkau memberinya makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan janganlah menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya kecuali tetap dalam rumah.” [Shahih: Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1500), Sunan Abi Dawud (VI/180, no. 2128, Sunan Ibni Majah (I/593 no. 1850)]
Sesungguhnya sikap lemah lembut terhadap istri merupakan indikasi sempurnanya akhlak dan bertambahnya keimanan seorang mukmin, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam,
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling bagus akhlaknya dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” [Hasan Shahih: Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 928), Sunan at-Tirmidzi (II/315 no. 1172)]
2Suami harus bersabar dari celaan isteri serta mau memaafkan kekhilafan yang dilakukannya karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Apabila ia membencinya karena ada satu perangai yang buruk, pastilah ada perangai baik yang ia sukai.” [Muttafaq 'alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/253 no. 5186), Shahiih Muslim (II/ 1091 no. 1468 (60)]
Sebagian ulama Salaf mengatakan, “Ketahuilah bahwasanya tidak disebut akhlak yang baik terhadap isteri hanya dengan menahan diri dari menyakitinya namun dengan bersabar dari celaan dan kemarahannya.”
3Suami harus menjaga dan memelihara isteri dari segala sesuatu yang dapat merusak dan mencemarkan kehormatannya, yaitu dengan melarangnya dari bepergian jauh (kecuali dengan suami atau mahramnya). Melarangnya berhias (kecuali untuk suami) serta mencegahnya agar tidak berikhtilath (bercampur baur) dengan para lelaki yang bukan mahram.
Suami berkewajiban untuk menjaga dan memeliharanya dengan sepenuh hati. Ia tidak boleh membiarkan akhlak dan agama isteri rusak. Ia tidak boleh memberi kesempatan baginya untuk meninggalkan perintah-perintah Allah ataupun bermaksiat kepada-Nya karena ia adalah seorang pemimpin (dalam keluarga) yang akan dimintai pertanggungjawaban tentang isterinya, Ia adalah orang yang diberi kepercayaan untuk menjaga dan memeliharanya.
4Suami harus mengajari isteri tentang perkara-perkara penting dalam masalah agama atau memberinya izin untuk menghadiri majelis-majelis taklim. Karena sesungguhnya kebutuhan dia untuk memperbaiki agama dan mensucikan jiwanya tidaklah lebih kecil dari kebutuhan makan dan minum yang juga harus diberikan kepadanya.
5Suami harus memerintahkan isterinya untuk mendirikan agamanya serta menjaga shalatnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” [QS. Thahaa: 132]
6Suami mau mengizinkan isterinya keluar rumah untuk keperluannya, seperti jika ia ingin shalat berjama’ah di masjid atau ingin mengunjungi keluarga, namun dengan syarat menyuruhnya tetap memakai hijab busana muslimah dan melarangnya untuk tidak bertabarrujatau sufur. Sebagaimana ia juga harus melarang isteri agar tidak memakai wangi-wangian serta memperingatkannya agar tidak ikhtilath dan bersalam-salaman dengan laki-laki yang bukan mahram, melarangnya menonton telivisi dan mendengarkan musik serta nyanyian-nyanyian yang diharamkan.
7Suami isteri tidak boleh menyebarkan rahasia dan menyebutkan kejelekan-kejelekan isteri di depan orang lain. Karena suami adalah orang yang dipercaya untuk menjaga isterinya dan dituntut untuk dapat memeliharanya. Di antara rahasia suami isteri adalah rahasia yang mereka lakukan di atas ranjang. Rasulullah shalalallahu ‘alaihi wasallam melarang keras agar tidak mengumbar rahasia tersebut di depan umum.
8Suami mau bermusyawarah dengan isteri dalam setiap permasalahan, terlebih lagi dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan mereka berdua, anak-anak, sebagaimana apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Beliau selalu bermusyawarah dengan para isterinya dan mau mengambil pendapat mereka.
9Suami harus segera pulang ke ruamh isteri setelah shalat ‘Isya. Janganlah ia begadang di luar rumah sampai larut malam. Karena hal itu akan membuat hati isteri menjadi gelisah. Apabila hal itu berlangsung lama dan sering berlang-ulang, maka akan terlintas dalam benak isteri rasa waswas dan keraguan. Bahkan di antara hak isteri atas suami adalah untuk tidak begadang malam di dalam rumah namun jauh dari isteri walaupun untuk melakukan shalat sebelum dia menunaikan hak isterinya.
10Suami harus dapat berlaku adil terhadap para isterinya jika ia mempunyai lebih dari satu isteri. Yaitu berbuat adil dalam hal makan, minum, dan pakaian, tempat tinggal dan dalam hal tidur seranjang. Ia tidak boleh sewenang-wenang atau berbuat zhalim karena sesungguhnya Allah Ta’ala melarang yang demikian.

Sumber: ‘Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz’ edisi Bahasa Indonesia ‘Panduan Fiqih Lengkap Jilid 2′ karya ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Pustaka Ibnu Katsir

www.shalihah.com