Sabtu, 05 Desember 2009

Ketika Insan Jatuh Cinta

 Cinta adalah nikmat Allah yang besar selain keimanan dan kesehatan. Cinta harus mampu menyucikan akal, menyingkirkan kekhawatiran dan membangkitkan semangat.



Cinta juga harus bias mendorong manusia untuk memelihara akhlaq yang mulia, memperhatikan adab dan pergaulan yang baik. Cinta tak lain adalah wujud timbangan akal dan rasa. Ia adalah ciptaan yang mulia, sebagaimana yang dikatakan dalam syair : “Bukan karena dorongan nafsu kubangkitkan cinta, tapi kulihat cinta itu adalah akhlaq yang mulia”. Dalam konteks ini cinta bisa menjadi sesuatu yang baik jika dialihkan semua kekuatan cintanya kepada Allah semata. Sehingga sang pecinta mencintai Allah dengan segenap hati, ruh dan raganya.




Di sini kita akan melihat bahwa ruh orang-orang yang mabuk cinta di jalan Allah laksana titik titik embun yang lembut. Ia menyegarkan jiwa dan menguatkan raga. Cinta seperti inilah yang menjadi tujuan kebaikan manusia, puncak kenikmatan dan kesenangannya. “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah oleh) orang yang saling mencintai seperti halnya pernikahan”(HR. Ibnu Abbas)”.



Begitulah seharusnya insan ketika ia merasakan kenikmatan jatuh cinta. Hatinya tidak memburu seperti kerbau gila. Membabi buta seperti kehilangan akal sehat. Seorang insane ketika jatuh cinta, tidak berpikiran seperti pencuri yang berencana menjarah kehormatan orang lain. Seorang insane tatkala jatuh cinta bukanlah penipu yang diliputi ketamakan dan kebusukan untuk mengambil kenikmatan tanpa mengiktui aturan.


Ketika insan jatuh cinta hatinya harus menjadi pengikut setia ajaran Sang Pemberi Cinta. Tidak ada tempat bagi unsur-unsur nafsu yang merusak. Semua harus melebur ke dalam ketaatan dan keinginan untuk beramal shalih. Sebab setiap urusan seorang insan harus berbuah kebaikan. Termasuk soal cinta. Ia harus membuka jalan menuju surga. Bukan sebaliknya menjerumuskan kepada kenestapaan api membara.


Ketika insan jatuh cinta, ia tidak berada dalam mesin mimpi yang membodohkan. Tak ubahnya seperti playstation atau ding-dong. Ia tidak mengejar ambisi khayalan yang kosong. Sebongkah harapan cinta berbau busuk dari kebun masa depan yang tandus. Cinta, bagi seorang insane bukan sekedar bersentuhnya kulit badan. Bukan pula untuk merasakan nikmatnya mengenang bulu lembut di kening seorang perempuan yang meremang kala dikecup. Tidak juga hanya mengakui betapa sulitnya melupakan harum aroma tubuh kekasih yang mampu menyumbat kepala dan pikiran.


Ketika insan jatuh cinta, ia sedang jatuh cinta pada keindahan Illahiyah. Bisa jadi itu hadir dalam wujud yang sedap dipandang mata. Mungkin juga berbentuk lantunan suara yang menyejukkan hati. Keindahan itu bisa nyata dalam kekuatan kesetiaan untuk berjuang bersama. Dimana kesahajaan, ketaatan, kekuatan menolak kebathilan dan penjagaan keyakinan akan Allah SWT menjadi hiasan hari hari yang panjang.

Ketika insan jatuh cinta, ia harus beranjak dari egoisme pembangunan unsur diri kepada manfaat bagi umat. Ia mau tak mau harus menjadi unsur diri yang lebih berarti banyak ketimbang sebelumnya. Sebab umat kelak membebankan kepadanya tanggung jawab pembangunan fondasi kekuatan masyarakat. Dimana keluarga adalah pilar utamanya. Suatu ketika hasil yang diharapkan akan menjadi buah manis bagi bangunan sebuah bangsa. Sebuah masa depan yang lebih cerah yang dibangun dari generasi yang cerdas dan bertakwa. Harapan ini tidak lain akan keluar dari rahim cinta para insan pilihan.


Kepada insan yang sedang jatuh cinta, semoga tulisan ini menjadi inspirasi bagi cinta yang bermanfaat. 

Wallahu a’lam bish showwab.


(Al Izzah No. 11/Th. 4/1 – 31 Januari 2005 M, Hal. 13)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar