Cinta
adalah nikmat Allah yang besar selain keimanan dan kesehatan. Cinta
harus mampu menyucikan akal, menyingkirkan kekhawatiran dan
membangkitkan semangat.
Cinta juga harus bias
mendorong manusia untuk memelihara akhlaq yang mulia, memperhatikan
adab dan pergaulan yang baik. Cinta tak lain adalah wujud timbangan
akal dan rasa. Ia adalah ciptaan yang mulia, sebagaimana yang dikatakan
dalam syair : “Bukan karena dorongan nafsu kubangkitkan cinta, tapi kulihat cinta itu adalah akhlaq yang mulia”.
Dalam konteks ini cinta bisa menjadi sesuatu yang baik jika dialihkan
semua kekuatan cintanya kepada Allah semata. Sehingga sang pecinta
mencintai Allah dengan segenap hati, ruh dan raganya.
Di sini kita akan melihat bahwa ruh orang-orang yang mabuk cinta di jalan Allah laksana titik titik embun yang lembut. Ia menyegarkan jiwa dan menguatkan raga. Cinta seperti inilah yang menjadi tujuan kebaikan manusia, puncak kenikmatan dan kesenangannya. “Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah oleh) orang yang saling mencintai seperti halnya pernikahan”(HR. Ibnu Abbas)”.
Begitulah seharusnya
insan ketika ia merasakan kenikmatan jatuh cinta. Hatinya tidak memburu
seperti kerbau gila. Membabi buta seperti kehilangan akal sehat.
Seorang insane ketika jatuh cinta, tidak berpikiran seperti pencuri
yang berencana menjarah kehormatan orang lain. Seorang insane tatkala
jatuh cinta bukanlah penipu yang diliputi ketamakan dan kebusukan untuk
mengambil kenikmatan tanpa mengiktui aturan.
Ketika insan
jatuh cinta hatinya harus menjadi pengikut setia ajaran Sang Pemberi
Cinta. Tidak ada tempat bagi unsur-unsur nafsu yang merusak. Semua
harus melebur ke dalam ketaatan dan keinginan untuk beramal shalih.
Sebab setiap urusan seorang insan harus berbuah kebaikan. Termasuk soal
cinta. Ia harus membuka jalan menuju surga. Bukan sebaliknya
menjerumuskan kepada kenestapaan api membara.
Ketika insan
jatuh cinta, ia tidak berada dalam mesin mimpi yang membodohkan. Tak
ubahnya seperti playstation atau ding-dong. Ia tidak mengejar ambisi
khayalan yang kosong. Sebongkah harapan cinta berbau busuk dari kebun
masa depan yang tandus. Cinta, bagi seorang insane bukan sekedar
bersentuhnya kulit badan. Bukan pula untuk merasakan nikmatnya
mengenang bulu lembut di kening seorang perempuan yang meremang kala
dikecup. Tidak juga hanya mengakui betapa sulitnya melupakan harum
aroma tubuh kekasih yang mampu menyumbat kepala dan pikiran.
Ketika insan
jatuh cinta, ia sedang jatuh cinta pada keindahan Illahiyah. Bisa jadi
itu hadir dalam wujud yang sedap dipandang mata. Mungkin juga berbentuk
lantunan suara yang menyejukkan hati. Keindahan itu bisa nyata dalam
kekuatan kesetiaan untuk berjuang bersama. Dimana kesahajaan, ketaatan,
kekuatan menolak kebathilan dan penjagaan keyakinan akan Allah SWT
menjadi hiasan hari hari yang panjang.
Ketika insan jatuh
cinta, ia harus beranjak dari egoisme pembangunan unsur diri kepada
manfaat bagi umat. Ia mau tak mau harus menjadi unsur diri yang lebih
berarti banyak ketimbang sebelumnya. Sebab umat kelak membebankan
kepadanya tanggung jawab pembangunan fondasi kekuatan masyarakat.
Dimana keluarga adalah pilar utamanya. Suatu ketika hasil yang
diharapkan akan menjadi buah manis bagi bangunan sebuah bangsa. Sebuah
masa depan yang lebih cerah yang dibangun dari generasi yang cerdas dan
bertakwa. Harapan ini tidak lain akan keluar dari rahim cinta para
insan pilihan.
Kepada
insan yang sedang jatuh cinta, semoga tulisan ini menjadi inspirasi
bagi cinta yang bermanfaat.
Wallahu a’lam bish showwab.
(Al Izzah No. 11/Th. 4/1 – 31 Januari 2005 M, Hal. 13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar